Menilik Pesona Transjakarta sebagai Pelopor BRT di Asia Tenggara
Oleh Galuh Shita
Keberadaan Transjakarta dalam sistem transportasi makro di DKI Jakarta secara perlahan dan tidak sadar telah berhasil mengubah citra transportasi umum di kota ini. Awalnya wajah transportasi umum cukup buruk dan dicap tidak nyaman, namun sejak kemunculan Transjakarta, wajah transportasi umum perlahan menjadi terkesan lebih rapi. Bahkan semenjak diluncurkan, jumlah penumpang Transjakarta terus saja bertambah. Bahkan dilansir dari suara.com yang terbit pada 5 Februari 2020, kini penumpang Transjakarta telah mencapai 1 juta penumpang per harinya. Tak terasa Transjakarta telah beroperasi sejak tahun 2004 lalu. Pada awal peluncurannya, keberadaan Transjakarta di Indonesia digadang-gadang merupakan pelopor bagi keberadaan BRT di Asia Tenggara. Pada saat peluncurannya, Transjakarta hanya memiliki rute perjalanan dari Terminal Blok M ke Stasiun BRT Stasiun Kota dan hanya melayani penumpang mulai pukul 5 pagi hingga pukul 10 malam.
Grafik Pertumbuhan Penumpang
Sumber: diolah dari transjakarta.co.id dan alinea.id
Seiring berkembangnya, dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (251.2 km) serta memiliki 260 halte yang tersebar dalam 13 koridor, kini Transjakarta telah melayani hampir seluruh wilayah DKI Jakarta dan beroperasi selama 24 jam. Transjakarta telah sukses menjadi primadona dalam sistem transportasi di Indonesia. Keberadaannya menjadi benchmark bagi kota –kota di luar Jakarta seperti Medan, Semarang, dan bahkan Asia Tenggara.
Pada awal kemunculannya, tak sedikit keluhan dari pengguna jalan yang merasa bahwa haknya untuk berkendara dirampas karena adanya jalur khusus yang mengambil hampir sebagian badan jalan. Tak sedikit pula pengendara kendaraan pribadi yang tetap menerobos masuk dan berkendara di jalur Transjakarta dan menyebabkan kemacetan, meskipun hal tersebut seringkali masih dapat ditemui hingga hari ini.
Terdapat banyak faktor yang membuat Transjakarta diminati sekaligus dibenci. Apa saja hal-hal yang telah dicapai oleh Transjakarta?
Pertama, faktor kemudahan. Kehadiran Transjakarta telah membuat banyak orang merasa dimudahkan dalam mengakses berbagai tempat. Bagi kaum pendatang yang tidak memahami seluk beluk Kota Jakarta dan belum memahami situasi dan kondisi moda transportasi publik yang ada, kehadiran Transjakarta sangatlah membantu. Penumpang dapat mengetahui sebaran rute berdasarkan peta yang terdapat di setiap halte, serta penumpang dapat mengetahui titik lokasi dan lama waktu tempuh bus yang akan mengantarkannya menuju halte yang dituju. Transjakarta memliki banyak rute tujuan dan telah berhasil menghubungkan hampir sebagian besar Kota Jakarta di setiap sudutnya, hal ini tentu membuat semakin banyak penumpang yang merasa terfasilitasi untuk berpergian. Selain itu Transjakarta juga dilengkapi dengan banyak feeder bus yang mengantarkan penumpang dari halte-halte kecil menuju halte-halte utama. Bahkan kini, Transjakarta turut dimudahkan dengan adanya moda transportasi berbasis Jaklingko yang siap menghubungkan penduduk dari permukiman menuju halte Transjakarta.
Kedua, faktor kenyamanan. Prasarana transportasi yang dimiliki oleh Transjakarta cukup memadai untuk menunjang kegiatan para penggunanya. Armada yang digunakan untuk berkendara merupakan armada yang tergolong baru dan mumpuni di kelasnya. Program pemisahan penumpang pria dan wanita juga tergolong sukses dan menginspirasi moda transportasi lain, seperti KRL dan MRT. Meskipun perlu diakui bila tingkat kenyamanan yang diberikan oleh Transjakarta masih belum mampu menjangkau masyarakat kelas menengah atas. Namun begitu, lonjakan penumpang yang terus terjadi cukup untuk membuktikan bahwa Transjakarta memang merupakan moda transportasi yang nyaman digunakan untuk menjangkau berbagai sudut di Jakarta.
Ketiga, faktor eksklusifitas. Jalur busway Transjakarta yang kini ada merupakan hal cukup banyak ditentang oleh berbagai lapisan masyarakat pengguna jalan umum pada awal peluncurannya. Transjakarta yang dianggap tidak melewati jalan di setiap menitnya telah memakan hampir sebagian badan jalan sehingga menyebabkan penumpukan kendaraan dibandingkan biasanya. Sebagai bentuk protes, banyak masyarakat yang tetap menerobos jalur busway ketika berkendara sehingga menyebabkan pihak Transjakarta harus menyediakan palang pintu hingga pihak keamanan untuk menjaga kesterilan jalur tersebut, hingga akhirnya dikeluarkanlah perda yang mengancam penerobos jalur dengan denda sejumlah yang ditentukan. Dampaknya, kini jalur Transjakarta cukup steril dari kendaraan bermotor sehingga bus dapat beroperasi dengan semestinya. Dengan eksklusifitas ini, perjalanan dengan menggunakan Transjakarta menjadi lebih maksimal sehingga berhasil menghemat waktu dalam melakukan perjalanan.
Keempat, faktor modernitas. Seperti telah disinggung sebelumnya, kehadiran Transjakarta menjadi primadona dan bahkan benchmark bagi kota-kota lainnya. Kehadiran Transjakarta dianggap berhasil menyingkirkan image transportasi yang bobrok dan tidak nyaman. Bahkan sistem ‘kejar setoran’ yang kerap melekat pada kopaja dan metromini berhasil hilang. Didukung dengan penjadwalan waktu keberangkatan yang mudah dipantau, mampu membuat masyarakat dapat merasakan kepastian lama waktu bepergian dengan ketepatan waktu yang lebih pasti. Selain itu, konsep pemberian kursi prioritas untuk kelompok membutuhkan (wanita hamil, lansia, ibu dengan anak, dan disabilitas) serta area khusus wanita membuat moda transportasi ini menjadi pionir di awal kemunculannya. Transjakarta juga merupakan moda transportasi pertama yang memiliki standar internasional dan telah beberapa kali mengalami evolusi dalam penggunaan armadanya yang selalu menggunakan teknologi termutakhir.
Lantas dengan segala pesona yang dimilikinya, apakah Transjakarta telah memberikan pengaruh yang besar bagi Jakarta?
Dilansir dari msn.com yang terbit pada Agustus 2019, Jumlah kendaraan bermotor rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5% selama 5 tahun, sementara panjang jalan hanya bertambah 0,1%. Apabila melihat jumlah penumpang Transjakarta yang kini diklaim telah mencapai 1 juta per harinya, tentu hal ini dianggap sebagai suatu pencapaian yang luar biasa.
Namun meskipun jumlah penumpang Transjakarta juga diklaim mengalami peningkatan, mengapa kemacetan masih saja terjadi? Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar pengguna Transjakarta merupakan pengguna transportasi publik lainnya seperti kopaja atau metromini, yang kemudian beralih menggunakan Transjakarta. Hal ini tentu menjadi kurang efektif. Untuk menjadi efektif, Transjakarta haruslah mampu membuat pengendara motor dan mobil pribadi bersedia untuk berpindah moda sehingga peningkatan jumlah penumpang yang terjadi akan berbanding lurus dengan pengurangan tingkat kemacetan dan pengurangan rata-rata jumlah pengguna kendaraan pribadi. Meski begitu, upaya Transjakarta untuk dapat menjadi moda transportasi andalan selama belasan tahun lamanya patut untuk diacungi jempol karena tanpa Transjakarta, keberadaan moda transportasi yang murah dan mudah mungkin tidak akan dirasakan oleh warga Jakarta dan sekitarnya.
Bahan Bacaan
- msn.com. (2019, 2 Agustus). “Jakarta Motorpolitan”. Diperoleh 4 Maret 2020 dari https://www.msn.com/id-id/otomotif/berita/jakarta-motorpolitan/ar-AAFck6i?%3FOCID=recirclinks
- Ramadhan, Gandrie. 2019. “Catatan 15 Tahun Transjakarta’. Diperoleh 4 Maret 2020 dari http://www.itdp-indonesia.org/wp-content/uploads/2019/01/Catatan-15-Tahun-Transjakarta-.pdf
- suara.com. (2020, 5 Februari). “Rekor Sejarah! TransJakarta Klaim Dapat 1 Juta Penumpang Per Hari”. Diperoleh 4 Maret 2020 dari https://www.suara.com/news/2020/02/05/134830/rekor-sejarah-transjakarta-klaim-dapat-1-juta-penumpang-per-hari