Teknologi pertanian terus berkembang demi meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian global. Salah satu inovasi yang menjanjikan adalah penggunaan drone pada industri pertanian dan perkebunan. Dalam tulisan ini, uji droplet drone spraying dengan water-sensitive paper menjadi highlight. Memberikan gambaran metode yang lebih canggih dan akurat dalam aplikasi penyemprotan.
Pertama-tama, mari kita telaah konsep dasar dari teknologi ini. Drone spraying, sebagai alternatif dari penyemprotan manual atau menggunakan pesawat terbang, menawarkan sejumlah keuntungan yang signifikan. Drones dapat mencapai daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh kendaraan lain, meminimalkan risiko kerusakan tanaman karena tekanan udara yang rendah, dan memungkinkan aplikasi yang lebih akurat dan tepat sasaran. Namun, ketepatan aplikasi pestisida adalah aspek kritis yang menjadi perhatian para ahli pertanian dan ilmuwan. Disinilah water-sensitive paper menjadi perangkat vital dalam mengukur dan mengevaluasi distribusi droplet yang dihasilkan oleh drone.
A. Mengenal apa itu Water Sensitive Paper (WSP).
Water Sensitive Paper (WSP) adalah sejenis kertas yang digunakan untuk mengukur dan memvisualisasikan distribusi tetesan cairan pada permukaannya. Kertas ini memiliki sifat khusus yang membuatnya bereaksi terhadap kelembaban, dengan mengubah warna saat terkena cairan.
Water Sensitive Paper bekerja berdasarkan sifat-sifat kimiawi yang merespons terhadap kelembaban. Ketika tetesan cairan menyentuh permukaan WSP, senyawa yang terkandung di dalamnya bereaksi dengan air dan mengubah warna kertas, menciptakan pola yang mencerminkan distribusi penyemprotan. WSP digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk pertanian, kehutanan, dan industri lainnya yang melibatkan aplikasi penyemprotan cairan. Ini membantu user untuk memastikan bahwa cairan disemprotkan secara merata di area yang dituju, meningkatkan efisiensi dan efektivitas aplikasi. Water Sensitive Paper mempunyai keunggulan berupa kemudahan penggunaan, sensitivitas terhadap cairan, dan visualisasi yang jelas tentang distribusi tetesan atau droplet. Dengan demikian, Water Sensitive Paper merupakan alat yang penting dalam mengoptimalkan aplikasi penyemprotan cairan, membantu pengguna untuk mencapai hasil yang lebih efisien dan akurat dalam berbagai aplikasi industri.
B. Penggunaan Water Sensitive Paper (WSP) pada Drone Spraying.
Water sensitive paper pada aplikasi penyemprotan dengan drone spraying berguna untuk melihat bagaimana bentuk dan ukuran droplet. Droplet size pada drone spraying mengacu pada ukuran tetesan-tetesan cairan semprotan yang dihasilkan oleh nozzle selama proses penyemprotan. Droplet mirip dengan tetesan air yang kita lihat ketika hujan turun. Ketika drone melakukan penyemprotan, cairan yang ada di dalam tangkinya ditekan keluar melalui alat khusus yang disebut nozzle. Saat cairan ini keluar dari nozzle, ia pecah menjadi banyak tetesan kecil yang membentuk awan atau semburan cairan di udara. Tetesan-tetesan ini kemudian jatuh ke tanaman atau tanah di bawahnya.
Pada pengujian yang dilakukan oleh Tim Drone Spraying Kreasi Handal Selaras, WSP diletakan langsung pada beberapa titik sample. Pada use case tanaman padi, kami menempelkan WSP langsung pada bagian daun tanaman padi dengan menggunakan double tape. Pada use case sawit, kami meletakan langsung pada pelepah pokok sample yang ingin dilakukan pengamatan. Pada gambar ilustrasi diatas, WSP diletakan pada titik berwarna merah. Tidak ada keharusan atau aturan pasti dimana sebuah WSP diletakan. Peletakan WSP dapat disesuaikan dengan kebutuhan user dan tim drone dengan beberapa kali pengulangan penyemprotan pada beberapa titik sample WSP. Bahkan jika anda ingin menguji droplet drone anda di lapangan tanpa tanaman, ini juga bisa dilakukan. Anda hanya perlu memastikan WSP berada pada area yang terbuka sehingga ketika drone terbang dan menyemprot diatas WSP, droplet akan terkena permukaan WSP tersebut.
Beberapa parameter penting yang mempengaruhi keberhasilan uji droplet drone spraying antara lain adalah Tinggi Terbang, Kecepatan Terbang, Kecepatan Angin, Jenis Nozzle, Lebar Semprot, Volume Tangki per Ha, dan Spray Rate Drone Spraying. Parameter tersebut menjadi sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi.
C. Cara Menghitung Droplet pada Water Sensitive Paper (WSP)
Menghitung droplet pada Water Sensitive Paper (WSP) melibatkan beberapa langkah, di antaranya:
Persiapan WSP : Pertama-tama, persiapkan WSP dengan memastikan bahwa kertas tersebut telah dipotong menjadi ukuran yang sesuai dan telah dikalibrasi sesuai dengan kebutuhan pengujian Anda. Pastikan WSP dalam keadaan kering sebelum digunakan. Letakan WSP pada titik area yang ingin anda uji.
Penyemprotan : Lakukan misi penerbangan dan penyemprotan cairan yang ingin anda ukur menggunakan drone di atas WSP. Pastikan untuk mencatat semua parameter yang relevan, flight altitude, flight speed, spray rate, dll.
Pengamatan & Pengukuran : Setelah penyemprotan selesai, amati WSP dengan teliti. Identifikasi dan catat pola dan distribusi tetesan yang terbentuk pada permukaan WSP. Penting untuk memperhatikan ukuran, jumlah, dan pola penyebaran tetesan. Gunakan alat pengukur yang tepat, seperti mikroskop atau perangkat lunak pengolahan gambar digital, untuk mengukur ukuran dan jumlah tetesan. Anda juga dapat menggunakan grid atau skala yang tercetak pada WSP sebagai referensi untuk pengukuran.
Analisis : Setelah melakukan pengukuran, analisis data yang Anda kumpulkan. Hitung rata-rata ukuran tetesan, distribusi ukuran tetesan, dan jumlah total tetesan yang terbentuk pada WSP. Hal ini dapat memberikan wawasan tentang efisiensi dan akurasi penyemprotan cairan tersebut.
Interpretasi : Terakhir, interpretasikan hasil pengukuran dan analisis Anda. Evaluasilah apakah penyemprotan tersebut memenuhi standar yang diinginkan dalam hal distribusi tetesan dan ukuran tetesan. Anda juga dapat mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas penyemprotan, seperti ketinggian, kecepatan, dan tekanan.
D. Rekomendasi Droplet Density
Gambar diatas merupakan rekomendasi droplet density yang diambil dari syngenta. Jumlah droplet untuk jenis penyemprotan Insektisida, Herbisida dan Pre-Emergent adalah 20 – 30 per cm persegi. Jumlah droplet untuk jenis penyemprotan Herbisida Kontak dan Post-Emergent adalah 30 – 40 per cm persegi. Sedangkan untuk jenis penyemprotan fungisida, jumlah droplet per cm persegi adalah 50 – 70. Agar aplikasi drone spraying dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan hasil yang ingin di dapatkan, penting untuk melakukan kalibrasi dengan WSP ini.
E. Kesimpulan
Dapat disimpukan, uji droplet drone spraying dengan water-sensitive paper adalah langkah yang tepat dan menjanjikan dalam revolusi pertanian modern. Dengan menyediakan alat yang lebih akurat dan responsif, teknologi ini dapat membantu petani meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Namun, diperlukan kerjasama lintas disiplin ilmu dan investasi yang berkelanjutan untuk mewujudkan potensi penuh dari inovasi ini.
Tertarik mengetahui informasi lebih banyak mengenai pemanfaatan teknologi drone spraying? Anda dapat terhubung dengan kami melalui email di [email protected] dan WhatsApp Marketing KHS di +62-851-9514-5758.
https://www.handalselaras.com/wp-content/uploads/2022/09/KHS-Logo-2-300x126.png00adminhandalhttps://www.handalselaras.com/wp-content/uploads/2022/09/KHS-Logo-2-300x126.pngadminhandal2024-05-14 10:46:162024-09-20 17:53:49Meninjau Hasil Uji Sebaran Droplet dengan Water Sensitive Paper (WSP) pada Drone Spraying untuk Meningkatkan Akurasi dan Efisiensi Penyemprotan.
Padang, Sumatera Barat – Kreasi Handal Selaras (KHS) berhasil menyelesaikan pekerjaan pengendalian hama ulat api pada salah satu perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat menggunakan teknologi drone spraying DJI agriculture. Pekerjaan ini dilaksanakan pada minggu pertama April 2024.
A. Mengenal apa itu Ulat Api pada Perkebunan Kelapa Sawit.
1. Ulat Api
Ulat api merupakan jenis ulat yang termasuk dalam ordo Lepidoptera dan famili Limacodidae. Dinamakan ulat api karena tubuhnya diselimuti oleh duri-duri yang mengandung racun. Apabila berpaparan langsung dengan kulit dapat menyebabkan sensasi terbakar, sakit, dan iritasi. Oleh sebab itu, ulat ini diberi nama ulat api.
Mereka seringkali menyerang daun kelapa sawit, meskipun berukuran kecil, mampu menghabiskan hingga 90% daun, meninggalkan hanya bagian sekitar tulang daun. Ini mengakibatkan penurunan kemampuan fotosintesis kelapa sawit. Bahkan bisa menyebabkan kematian tanaman.
2. Jenis – Jenis Ulat Api
a. Setothosea Asigna
Jenis ulat setothosea asigna merupakan salah satu jenis hama utama pada perkebunan kelapa sawit. Ulat ini memiliki tubuh berwarna hijau dengan corak coklat dan bintik-bintik putih, serta seluruh tubuhnya ditutupi oleh bulu-bulu. Setothosea asigna memakan bagian luar daun sehingga membuat tubuhnya terlihat transparan.
b. Setora Nitens
Setora nitens merupakan salah satu jenis ulat api yang sangat mirip dengan setothosea asigna. Ciri khas dari ulat ini adalah memiliki sepasang duri di bagian punggungnya. Setora nitens mulai menyerang bagian spiral tengah atas pada pelepah kelapa sawit. Jika serangan berat, hanya menyisakan daun bagian tengah atau lidinya saja.
c. Darna Trima
Jenis ulat darna trima memiliki tubuh berwarna coklat pada bagian punggung dan kuning pada bagian samping. Untuk ulat yang baru menetas, tubuhnya berwarna abu-abu dengan bintik orange di bagian punggungnya.
d. Parasa Lepida
Parasa Lepida merupakan jenis ulat api yang memiliki tubuh berwarna hijau pucat, putih, dan kuning terang. Lalu pada bagian punggung terdapat garis-garis berwarna hijau.
B. Siklus hidup Ulat Api.
Siklus hidup ulat api pada umumnya ber siklus telur-larva-pupa/kepompong-serangga dewasa. Namun, setiap jenis ulat api memiliki rentan siklus yang berbeda-beda.
a. Setothosea Asigna
Setothosea Asigna adalah salah satu jenis ulat api yang memiliki rentang masa hidup antara 106 hingga 138 hari.
Telur berwarna kuning kehijauan, oval, dan transparan. Biasanya diletakkan dalam tumpukan 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun bagian bawah, terutama pada pelepah daun ke 6-17. Setiap tumpukan telur dapat berisi sekitar 44 butir. Telur menetas dalam waktu 4-8 hari.
Ulat yang menetas berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak khas di punggungnya. Pada punggungnya juga terdapat duri-duri. Tahap ulat ini berlangsung selama sekitar 49-50 hari sebelum berubah menjadi kepompong.
Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur, dan berwarna coklat gelap. Tahap kepompong berlangsung sekitar ± 39,7 hari.
Serangga dewasa memiliki sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakangnya berwarna coklat muda.
b. Setora Nitens
Setora Nitens merupakan salah satu jenis ulat yang memiliki siklus hidup lebih singkat dibandingkan Setothosea Asigna yaitu 42 hari.
Telur serupa dengan telur Setothosea Asigna , tetapi diletakkan tanpa tumpang tindih. Telur menetas dalam waktu 4-7 hari.
Ulat awalnya berwarna hijau kekuningan, kemudian menjadi hijau, dan akhirnya merah ketika memasuki masa kepompong. Ia memiliki satu garis memanjang berwarna biru keunguan di tengah punggung. Tahap larva berlangsung selama 50 hari.
Tahap kepompong, berlangsung sekitar 17 – 27 hari.
Serangga dewasa ulat ini memiliki lebar rentangan sayap sekitar 35 mm, dengan sayap depan berwarna coklat dan garis-garis gelap.
c. Darna Trima
Siklus hidup ulat api Darna Trima memiliki waktu sekitar 60 hari
Telur kecil dan bulat, berukuran sekitar 1,4 mm. Berwarna kuning kehijauan dan diletakkan satu persatu di bagian bawah daun kelapa sawit. Telur-telur ini menetas dalam waktu 3-4 hari
Ulat yang baru menetas memiliki warna putih kekuningan yang kemudian yang kemudian berubah menjadi coklat muda dengan bercak jingga. Pada tahap perkembangan selanjutnya, bagian punggung ulat menjadi coklat tua. Tahap ulat ini berlangsung selama 26-33 hari
Menjelang kepompong, ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon ini berwarna coklat tua dan berbentuk oval. Tahap kepompong berlangsung sekitar 10-14 hari.
Ngengat dewasa memiliki warna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm. Sayap depannya berwarna coklat gelap dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam, sementara sayap belakangnya berwarna abu-abu tua.
d. Parasa Lepida
Parasa Lepida memiliki siklus hidup selama 60-76 hari.
Telur berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,4 hingga 0,6 mm saat baru diletakkan. Memiliki warna pucat kekuningan. Tahap telur berlangsung selama 2 sampai 4 hari.
Larva instar pertama dari Parasa Lepida memiliki warna kekuningan dengan nuansa kehijauan, serta memiliki bulu-bulu runcing kecil di tubuhnya. Tahap larva berlangsung selama 30-40 hari.
Pupa Parasa Lepida sangat keras dan berwarna hitam kecoklatan, dengan stadia pupa berlangsung selama 28-31 hari.
Ngengat dewasa, baik jantan maupun betina, memiliki warna hijau dan kecoklatan, serta mata majemuk hitam. Betina biasanya bertelur sekitar 10-50 butir di bagian bawah daun dewasa.
C. Efek kerusakan akibat serangan Ulat Api.
1. Ciri khusus tanaman yang terserang ulat api.
Ulat api menyerang daun kelapa sawit dengan cara mengunyahnya dari bagian bawah hingga menyisakan serat-serat. Akibatnya, dapat membuat kelapa sawit kehilangan daunnya mencapai 50%-90% dalam kondisi parah. Mereka cenderung memilih daun yang sudah tua, namun jika tidak tersedia, mereka akan memakan daun muda juga. Jika tidak ditangani dengan cepat dan efektif, serangan ini dapat mengakibatkan kematian tanaman.
2. Efek kerusakan yang timbul akibat ulat api.
Serangan ulat api pada tanaman kelapa sawit, dapat berpengaruh pada kualitas, penurunan produksi, dan produktivitas. Akibat serangan ulat api, fotosintesis tanaman kelapa sawit menjadi terganggu yang mengakibatkan proses pembentukan bunga dan buah tidak sempurna. Selain itu, dapat terjadi defoliasi yang mengakibatkan produksi tandan buah segar (TBS) menurun. Serangan ulat api dapat menurunkan 12% hingga 30% produksi tanaman kelapa sawit baik pada fase Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) maupun Tanaman Menghasilkan (TM).
D. Pengendalian Ulat Api dengan Teknologi Drone Spraying.
Kreasi Handal Selaras (KHS) menggunakan drone DJI Agras T20P untuk kegiatan penanggulangan ulat api ini. Dengan kemampuan mengangkat muatan liquid sebanyak 20 liter, drone ini mampu menyelesaikan pekerjaan spraying seluas 0.5 Hektar dalam satu kali penerbanga hanya dengan waktu 6 menit saja.
Adapun spesifikasi detail DJI Agras T20P adalah sebagai berikut:
1. Teknis dan langkah kerja pengendalian ulat api dengan teknologi drone spraying.
Berikut ini adalah langkah kerja pengendalian ulat api dengan menggunakan drone spraying yang dilakukan oleh Kreasi Handal Selaras:
Sensus Pra-Aplikasi Drone Spraying: Sensus pra-aplikasi drone spraying merupakan tahap penting dalam tahapan pengendalian hama ulat api pada perkebunan sawit. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat serangan ulat api pada area yang membutuhkan penanganan. Sensus dilakukan oleh petani atau perusahaan perkebunan dengan melakukan pengamatan secara langsung dan melakukan perhitungan jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample.
Aplikasi Drone Spraying: Tahapan pengoperasian drone spraying oleh tim operasional pada area kerja. Tahapan ini berisi seluruh kegiatan operasional mulai dari pencampuran air dan chemical, persiapan drone, pemetaan area kerja, persiapan misi / jalur terbang, pengisian larutan chemical kedalam tangki drone, drone terbang / operasional, drone landing, pergantian batterai drone, dan pengecasan battery. Hal ini dilakukan secara berulang hingga area kerja diselesaikan seluruhnya.
Sensus Pasca Aplikasi Drone Spraying (3 / 7 Hari): Tahapan dimana sensus dilakukan 3 hari atau 7 hari oleh petani atau perusahaan perkebunan setelah pekerjaan dengan drone spraying dilakukan. Sensus dilakukn dengan menghitung jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample.
Sensus Pasca Aplikasi Drone Spraying (14 Hari): Tahapan dimana sensus dilakukan 14 hari oleh petani atau perusahaan perkebunan setelah pekerjaan dengan drone spraying dilakukan. Sensus dilakukn dengan menghitung jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample.
Sensus Pasca Aplikasi Drone Spraying (21 Hari): Tahapan dimana sensus dilakukan 21 hari oleh petani atau perusahaan perkebunan setelah pekerjaan dengan drone spraying dilakukan. Sensus dilakukn dengan menghitung jumlah ulat pada setiap pelepah pokok sample. Durasi waktu sensus (3/7, 14, dan 21 hari) dapat disesuaikan dengan kebutuhan user.
E. Keuntungan dan tantangan penggunaan Drone Spraying pada Perkebunan Kelapa Sawit.
1. Keuntungan menggunakan drone spraying.
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan drone spraying pada perkebunan kelapa sawit, yaitu:
Efektif dan Efisien: Drone spraying menghemat waktu dan tenaga dibandingkan dengan metode penyemprotan konvensional. Drone dapat dengan cepat menjangkau area yang luas dan sulit dijangkau secara manual. Ini memungkinkan untuk memberikan respons cepat terhadap serangan ulat api yang terjadi pada suatu area / blok / kebun, membantu mengendalikan penyebarannya lebih efisien.
Penyemprotan Secara Tepat Sasaran: Drone dilengkapi dengan teknologi GPS dan beberapa sensor canggih, memungkinkan penyemprotan yang lebih presisi. Dengan bantuan GPS, drone dapat diprogram untuk mengikuti jalur yang telah ditentukan dengan presisi tinggi, sehingga area yang ingin disemprotkan dapat ditargetkan secara akurat. Selain itu, sensor yang terpasang pada drone memungkinkan identifikasi dan pemetaan area yang membutuhkan perlakuan pestisida atau zat lainnya. Dengan kemampuan ini, drone dapat menghindari menyemprotkan bahan kimia secara berlebihan ke area yang tidak perlu, mengurangi risiko pencemaran lingkungan dan kerugian ekonomi akibat pemborosan bahan kimia. Penyemprotan secara tepat sasaran juga membantu meningkatkan efisiensi penggunaan bahan kimia, sehingga memberikan manfaat ekonomis dan lingkungan yang signifikan dalam praktik pertanian modern.
10x Hemat Air dan Chemical: Penggunaan drone spraying dapat menghemat 10x air dan chemical untuk penanggulangan ulat api karena hanya membutuhkan sekitar 30 – 40 liter air saja untuk setiap hektar. Drone dapat menjadi lebih hemat air dibanding metode konvensional karena kemampuannya untuk melakukan penyemprotan yang lebih presisi dan terukur. Dengan teknologi dan sensor yang mempuni, drone dapat menyemprotkan air tepat pada tanaman yang membutuhkan, menghindari pemborosan air di area yang tidak diperlukan. Selain itu, pengaturan volume air yang tepat dan waktu penyemprotan yang optimal juga membantu mengurangi kelebihan penyiraman dan penguapan. Penggunaan drone juga memungkinkan akses yang lebih baik ke area yang sulit dijangkau, memungkinkan penggunaan air yang lebih efisien secara keseluruhan dalam kegiatan pertanian.
Lebih Sedikit Tenaga Kerja: Salah satu manfaat utama dari penggunaan drone spraying adalah pengurangan tenaga kerja yang diperlukan dalam proses penyemprotan pestisida atau pupuk. Dengan menggunakan drone, aktivitas penyemprotan dapat dilakukan secara otomatis dan mandiri dengan hanya mengandalkan satu atau beberapa operator untuk mengawasi dan mengendalikan drone tersebut. Hal ini mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia secara langsung di lapangan, yang sebaliknya memerlukan banyak pekerja untuk melakukan penyemprotan manual menggunakan peralatan konvensional seperti semprotan tangan atau alat semprot backpack. Selain itu, drone dapat menyemprotkan area yang sulit dijangkau dengan lebih efisien tanpa memerlukan banyak tenaga manusia untuk mengatasi medan yang sulit atau terjal. Dengan demikian, penggunaan drone spraying dapat membantu mengurangi biaya tenaga kerja, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi risiko kelelahan atau paparan bahan kimia berbahaya bagi pekerja pertanian.
Kemudahan Mob-Demob: Drone dapat dengan mudah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya tanpa memerlukan infrastruktur yang rumit seperti kendaraan besar atau peralatan khusus. Ini memungkinkan petani atau operator untuk merespons dengan cepat terhadap kebutuhan penyemprotan di berbagai area pertanian. Selain itu, drone umumnya memiliki ukuran yang kompak dan mudah dipindahkan, sehingga memudahkan dalam proses pengiriman dan pengambilan kembali (demobilisasi) setelah selesai digunakan. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang mungkin memerlukan waktu dan sumber daya lebih besar untuk memindahkan atau mengangkut peralatan penyemprotan. Dengan demikian, mobilitas dan demobilisasi yang mudah dari drone spraying memberikan keuntungan tambahan dalam efisiensi dan fleksibilitas operasional di lapangan.
2. Tantangan penggunaan drone spraying.
Penggunaan drone spraying pada perkebunan kelapa sawit memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk memaksimalkan efektivitasnya. Tantangan tersebut antara lain:
Skala Luas dan Topografi Kompleks: Salah satu tantangan utama dalam penggunaan drone spraying pada perkebunan kelapa sawit adalah menghadapi skala luas dan topografi yang kompleks dari area pertanian tersebut. Perkebunan kelapa sawit sering kali mencakup ribuan hektar lahan dengan topografi yang bervariasi, termasuk lereng curam, sungai, dan area yang sulit dijangkau. Drone harus mampu menavigasi melalui area yang luas dan bervariasi ini dengan presisi tinggi untuk melakukan penyemprotan secara efektif. Selain itu, pengumpulan data topografi yang akurat sebelumnya juga penting untuk perencanaan rute penerbangan drone yang optimal, sehingga area yang ingin disemprotkan dapat ditargetkan dengan tepat.
Kanopi Pohon Yang Rapat, Ulat Api Berada Di Bawah Pelepah: Kanopi pohon sawit yang rapat menjadikan tantangan tersendiri untuk pengoperasian drone spraying, operator drone harus mampu melakukan penyemprotan secara merata dan memastikan setiap pelepah pada pohon tersebut tersemprot dengan baik. Selain itu, posisi ulat api biasanya berada pada daun bagian bawah sedangkan drone menyemprot dari atas. Ini juga menjadi tantangan penggunaan drone spraying. Petani harus bisa memilik chemical dengan dosis yang tepat sehingga sekalipun ulat api berada pada bawah pelepah, akan dapat mati karena chemical dapat disemprotkan secara merata.
Kondisi Cuaca dan Angin yang Tidak Terduga: Sawit sering kali ditanam di daerah tropis yang rentan terhadap hujan, angin kencang, atau kabut tebal yang dapat mengganggu operasi drone. Cuaca buruk seperti hujan dapat mengurangi visibilitas dan menyebabkan drone tidak bisa terbang atau melakukan penyemprotan. Angin kencang juga dapat mempengaruhi stabilitas dan navigasi drone, meningkatkan risiko kegagalan atau kecelakaan selama operasi.
F. Kesimpulan
Secara keseluruhan, teknologi drone spraying dapat memberikan manfaat yang signifikan. Seperti meningkatkan efektifitas & efisiensi, penyemprotan secara tepat sasaran, 10x hemat air dan chemical, lebih sedikit tenaga kerja, dan kemudahan Mob-Demob. Drone spraying memungkinkan penanganan yang lebih cepat dan efisien terhadap infestasi ulat api karena kemampuannya untuk menjangkau area yang luas dengan presisi yang tinggi. Selain itu, penggunaan drone juga membantu perkebunan mengatasi permasalahan akan sulitnya tenaga kerja manusia. Kemampuan drone untuk beradaptasi dengan topografi yang kompleks dan kondisi cuaca yang berubah-ubah memungkinkan penanganan ulat api secara efektif di lingkungan pertanian yang beragam. Dengan demikian, drone spraying merupakan solusi modern yang dapat meningkatkan efisiensi, keamanan, dan keberlanjutan dalam pengendalian ulat api di perkebunan kelapa sawit.
Tertarik mengetahui informasi lebih banyak mengenai pemanfaatan teknologi drone spraying? Anda dapat terhubung dengan kami melalui email di [email protected] dan WhatsApp Marketing KHS di +62-851-9514-5758.
https://www.handalselaras.com/wp-content/uploads/2022/09/KHS-Logo-2-300x126.png00adminhandalhttps://www.handalselaras.com/wp-content/uploads/2022/09/KHS-Logo-2-300x126.pngadminhandal2024-04-22 17:15:292024-05-07 13:59:22Rahasia Sukses Pengendalian Hama Ulat Api pada Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Barat menggunakan Teknologi Drone Spraying.
Salah satu kegunaan drone selain mengambil foto udara maupun video aerial adalah membantu bidang agrikultur dalam melakukan pengawasan serta penyiraman pestisida di areal perkebunan dan perhutanan yang sangat luas.
Saat ini terdapat berbagai jenis drone yang bisa mempermudah pekerjaan petani dalam mengawasi, menyemprot, melakukan pemupukan, dan menyeprotkan pestisida, salah satunya DJI Agras T-16. Drone Dji Agras T-16 menjadi drone andalan dari banyak professional, dimana drone hexacopter ini sangat memberikan efisiensi kerja untuk membantu dalam memberikan pestisida secara menyeluruh dan akurat kepada tanamannya.
Daya yang Dioptimalkan, Performa Tak Tertandingi
Agras T16 memiliki struktur keseluruhan yang disempurnakan dengan desain modular dan mendukung muatan tertinggi dan lebar semprotan terluas untuk drone pertanian dan perhutanan DJI. Dengan perangkat keras yang lebih kuat dan tangguh, mesin Artifical Intelegent, dan perencanaan operasi 3D, DJI Agras T16 membawa efisiensi operasi ke tingkat yang baru.
Struktur Merevolusi. Operasi yang Handal.
Desain modular T16 yang serba baru menyederhanakan perakitan dan mempercepat perawatan harian. Peringkat IP67 memberikan perlindungan yang andal untuk komponen kunci drone. Sebuah badan pesawat ringan, namun tahan lama terbuat dari komposit serat karbon dan dapat dengan cepat dilipat untuk 25% dari ukuran aslinya, sehingga mudah untuk transportasi. Baterai dan tangki semprotan mudah ditukar, secara signifikan meningkatkan efisiensi pasokan daya dan cairan.
Payload Lebih Tinggi. Peningkatan Efisiensi.
Didukung oleh kinerja terbangnya yang luar biasa, tangki semprotan T16 dapat mengangkut hingga 16 L, dan lebar semprotan telah meningkat menjadi 6,5 m. Sistem penyemprotan memiliki 4 pompa pengiriman dan 8 alat penyiram dengan kecepatan semprot maksimum 4,8 L / menit. T16 dapat menyemprotkan 24,7 acre (10 hektar) [1] per jam. Sistem penyemprotan juga memiliki flow meter elektromagnetik baru, memberikan presisi dan stabilitas yang lebih tinggi daripada flow meter konvensional.
Radar Yang Lebih Canggih. Mudah Dioperasikan.
Sistem radar T16 yang ditingkatkan dapat merasakan lingkungan operasi di siang atau malam hari, tanpa terpengaruh oleh cahaya atau debu. Drone ini telah sangat meningkatkan keselamatan penerbangan dengan penghindaran rintangan maju dan mundur dan FOV horizontal (bidang pandang) 100 °, dua kali lipat drone pertanian DJI sebelumnya. T16 juga dapat mendeteksi sudut kemiringan dan menyesuaikannya secara otomatis bahkan di daerah pegunungan. Sistem radar inovatif ini mengadopsi teknologi Digital Beam Forming (DBF), yang mendukung pencitraan cloud titik 3D yang secara efektif merasakan lingkungan dan membantu menghindari rintangan.
Keunggulan DJI Agras T16 Dibandingkan Dengan Spraying Drone Lainnya
Efisiensi maksimum
Penyemprotan akurat
Mudah digunakan
Memiliki kecerdasan memori
Desain yang dapat dilipat
Memiliki sensor ketinggian
Dikendalikan dengan remot kontrol
SPESIFIKASI DJI AGRAS T16
Aircraft Frame
Diagonal Wheelbase
1520 mm
Frame Arm Length
625 mm
Dimensions
1471mm x 1471mm x 482mm (arm unfolded, without propellers)780mm x 780mm x 482mm (arm folded)
Motor
Diagonal Wheelbase
1520 mm
Frame Arm Length
625 mm
Dimensions
1471mm x 1471mm x 482mm (arm unfolded, without propellers)780mm x 780mm x 482mm (arm folded)
ESC
Max Allowable Current (Continuous)
25 A
Operating Voltage
12S LiPo
Signal Frequency
30 to 450 Hz
Drive PWM Frequency
12 kHz
Foldable Propeller
Material
High-performance engineered plastics
Diameter / Pitch
21×7.0 inch (533×178 mm)
Weight
58 g
Liquid Tank
Volume
10 L
Standard Operating Payload
10 kg
Max Battery Size
151mm x 195mm x 70mm
Nozzle
Model
XR11001
Quantity
4
Max Spray Speed
0.43 L/min (per nozzle, for water)
Spray Width
4 – 6 m (4 nozzles, 1.5 – 3 m above the crops)
Droplet Size*
XR11001: 130~250 μm*Droplet size may vary according to operation environment and spraying speed.
Flight Parameters
Total Weight (without batteries)
8.8 kg
Standard Takeoff Weight
22.5 kg
Max Takeoff Weight
24.5 kg (@ sea level)
Max Thrust-Weight Ratio
1.81 (with 22.5 kg takeoff weight)
Power Battery
DJI Designated Battery (MG-12000)
Max Power Consumption
6400 W
Hovering Power Consumption
3250 W (with 22.5 kg takeoff weight)
Hovering Time
24 min (@ with 12.5 kg takeoff weight)10 min (@ with 22.5 kg takeoff weight)
Max Operating Speed
8 m/s
Max Flying Speed
22 m/s
Recommended Operating Temperature
0 to 40℃
Remote Controller
Model
GL690B(Japan Only), GL658C
Operating Frequency
2.400 – 2.483 GHz
Max Transmission Range (unobstructed, free of interference)
1km
EIRP
100 mW @ 2.4 GHz
Built-in Battery
6000 mAh, 2S LiPo
Charging
DJI charger
Output Power
9 W
Operating Temperature Range
-10 to 40℃
Storage Temperature Range
Less than 3 months: -20 to 45℃More than 3 months: 22 to 28℃